Oleh: Dr. KH Zakky Mubarak, MA
Ketua Lembaga Dakwah PBNU
Pada
hari mulia dan luhur ini, semua kaum muslimin yang bertebaran disegenap
penjuru dunia, serempak secara bersama-sama menyambut kedatangan Idul
Adha dengan ucapan tahmid, tahlil dan takbir. Gemuruh suara takbir dan
tahmid bergema diangkasa raya, diucapkan oleh setiap orang muslim dengan
tulus dan khusu’. Manusia muslim dalam segala keadaan, dalam berbagai
status sosial menghadap keharibaan-Nya dengan tunduk dan patuh,
menghayati dan merasakan keagungan-Nya. Dia yang Maha Agung, Maha Kuasa
dan Maha Esa, untuk-Nya segala keagungan, kesempurnaan dan kekuasaan.
Hanya kepada-Nya kembali segala puja dan puji dari segenap makhluk-Nya,
yang hidup dan berkembang di alam raya ini.
السَّلاَمُ
عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُاَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ
أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ
أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ
اَللهُ
أَكْبَرُ كَبِيْرًا وَالْحَمْدُ ِللهِ كَثِيْرًا وَسُبْحَانَ اللهِ
بُكْرَةً وَأَصِيْلاً، لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ أَكْبَرُ، اَللهُ
أَكْبَرُ وَللهِ الْحَمْدُ.
الْحَمْدُ
ِللهِ الْقَائِلِ فِيْ كِتَابِهِ الْكَرِيْمِ (وَأَذِّنْ فِي النَّاسِ
بِالْحَجِّ يَأْتُوكَ رِجَالاً وَعَلَى كُلِّ ضَامِرٍ يَأْتِينَ مِنْ كُلِّ
فَجٍّ عَمِيقٍ)
أَشْهَدُ
أَنْ لاَّ إِلهَ إِلاَّ الله وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ
وَرَسُوْلُهُ، اللّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى ألِهِ
وَأَصْحَابِهِ أَجْمَعِيْنَ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ
الدِّيْنِ. أَمَّا بَعْدُ، فَيَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا اللهََ حَقَّ
تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوتُنَّ إِلاَّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ
Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar
Pada
hari mulia dan luhur ini, semua kaum muslimin yang bertebaran disegenap
penjuru dunia, serempak secara bersama-sama menyambut kedatangan Idul
Adha dengan ucapan tahmid, tahlil dan takbir. Gemuruh suara takbir dan
tahmid bergema diangkasa raya, diucapkan oleh setiap orang muslim dengan
tulus dan khusu’. Manusia muslim dalam segala keadaan, dalam berbagai
status sosial menghadap keharibaan-Nya dengan tunduk dan patuh,
menghayati dan merasakan keagungan-Nya. Dia yang Maha Agung, Maha Kuasa
dan Maha Esa, untuk-Nya segala keagungan, kesempurnaan dan kekuasaan.
Hanya kepada-Nya kembali segala puja dan puji dari segenap makhluk-Nya,
yang hidup dan berkembang di alam raya ini.
Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar
Apabila
kami yang berada di tanah air menyambut hari raya Idul Adha yang mulia
dengan takbir dan tahmid dengan rasa syukur dan tulus, maka jutaan umat
Islam yang menunaikan ibadah haji berkumpul di tanah suci Makkah, Arafah
dan Mina untuk menunaikan ibadah haji. Mereka datang dari berbagai
pelosok dunia, dari berbagai bangsa dan suku, dalam segala keadaan,
mereka menyatu dalam ketaatan dan kepasrahan kepada Khalik-nya. Mereka
menanggalkan segala atributnya masing-masing, meninggalkan berbagai
kegiatan di tanah air untuk menghadap kepada-Nya yang Maha Rahman
dengan keikhlasan yang mendalam sampai kelubuk hati. Para jamaah secara
bersamaan mengumandangkan kalimat yang sama, kalimat yang agung, yaitu
kalimat talbiah.
لَبَّيْكَ
اللّهُمَّ لَبَّيْكَ، لَبَّيْكَ لاَ شَرِيْكَ لَكَ لَبَّيْكَ، إِنَّ
الْحَمْدَ وَالنِّعْمَةَ لَكَ وَالْمُلْكُ لاَ شَرِيْكَ لَكَ.
“Kami penuhi panggilan-Mu wahai Allah,
wahai Allah kami datang memenuhi seruan-Mu, tiada sekutu bagi-Mu.
Sesungguhnya segala puji, nikmat dan karunia hanyalah milik-Mu, milik-Mu
segala kekuasaan dan kerajaan, tiada sekutu bagi-Mu.”
Mereka yang menunaikan ibadah haji ke tanah
suci itu, tidaklah semuanya orang-orang kaya, berpangkat atau berharta,
sebagian besar dari mereka adalah rakyat biasa, yang semenjak kecil,
ketika ia sadar sebagai seorang muslim telah mengukirkan niatnya untuk
melaksanakan ibadah haji. Untuk merealisasikan niatnya yang kuat itu,
selama bertahun-tahun mereka bekerja keras, berhemat dan menyisihkan
uang yang diperolehnya sedikit demi sedikit, sehingga cukup bagi ibadah
yang mulia itu. Mereka telah membiasakan diri untuk hidup sederhana,
baik pada waktu mereka miskin maupun saat mereka berkecukupan. Mereka
sisihkan sebagian hartanya yang diperoleh dengan jalan memeras keringat,
dengan kerja keras, demi mengagungkan syiar agama Allah dan
mengagungkan da’wah Islamiyah. Pengabdian yang tulus dan suci itu
dilakukan dalam rangka mencari keridhaan Allah s.w.t.
Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar
Sekiranya
kita mengamati sejarah perkembangan agama-agama besar dunia, akan
dijumpai umumnya agama-agama itu berkembang sangat lambat. Ada yang
memerlukan waktu ratusan tahun, bahkan ada yang ribuan tahun baru
berkembang secara luas. Tidak demikian halnya kalau kita amati
perkembangan da’wah Islamiyah yang dibawa Rasul Muhammad s.a.w., ia
berkembang sangat cepat, dimulai dari Makkah dan dikembangkan di
Madinah, terus menyebar keseluruh pelosok dunia. Rasul Muhammad s.a.w.,
dengan waktu yang relatif singkat, hanya kurang dari 23 tahun telah
berhasil mengembangkan Islam di seluruh jazirah Arab. Seratus tahun
kemudian da’wah Islam tersebar di berbagai negara sekitar jazirah Arab,
memasuki Afrika Utara, Asia Muka, Asia Tengah dan Eropa Timur. Beberapa
ratus tahun setelah itu, ia berkembang ke berbagai penjuru dunia,
kalimat syahadat telah mengakar dengan kuat dari Maroko di Afrika Utara
bagian Barat sampai ke Merauke di Indonesia bagian Timur.
Hadirin Para Jamaah Ied yang mulia
Perkembangan
da’wah Islamiyah yang demikian pesat itu, pada dasarnya ditunjang oleh
esensi ajaran Islam yang berkaitan dengan konsep kemanusiaan yang Islami
atau ‘humanisme religius’. Sebagai telah dimaklumi, bahwa Islam sebagai
agama wahyu terakhir yang sempurna, tidak hanya mengatur hubungan
manusia dengan Allah s.w.t. saja, yang disebut hubungan vertikal, tetapi
juga mengatur hubungan manusia dengan sesamanya dan hubungan manusia
dengan makhluk lainnya, yang disebut hubungan horizontal. Kedua hubungan
yang sangat luhur itu dalam al-Qur’an disebut: “Hablun minallâh dan hablun minannâs”.
Sebelum
dibangkitkannya agama Islam yang dibawa Nabi besar Muhammad s.a.w.,
umat manusia di dunia dilanda permusuhan dan kebencian antar suatu
bangsa dengan bangsa lainnya, permusuhan antar ras, suku dan golongan.
Kelompok yang satu memusuhi kelompok yang lain, perbudakan terjadi
diberbagai bagian dunia, ras diskriminasi, pembagian manusia dengan
kasta-kasta, dari kasta yang paling tinggi sampai yang paling rendah.
Dalam kehancuran yang meresahkan itu, Islam datang dengan konsep
ajarannya mengenai persamaan hak, kemanusiaan yang luhur, tidak ada
perbedaan antara suatu bangsa dengan bangsa lainya, antara suatu
kelompok dengan kelompok lainnya, kecuali dengan taqwa yang
dimilikinya.
Islam mengajarkan bahwa kita semua adalah saudara,
kita berasal dari jenis yang sama, tidak ada perbedaan antara satu
dengan lainnya, kecuali dengan iman dan taqwa. Ajaran tentang humanisme
tergambar dengan jelas melalui pesan-pesan Nabi s.a.w. di padang Arafah.
Lebih empat belas abad yang lalu, di padang Arafah yang tandus, yang
kini mulai ditumbuhi pohon-pohon menghijau, Rasul Muhammad s.a.w.
menyampaikan pesan-pesan kemanusiaan yang luhur. Dalam pidato
perpisahannya di sana, juga dalam rangka ibadah haji, yang disebut haji
wada’ atau haji perpisahan, sebagai ibadah haji terakhir sebelum beliau
wafat. Rasul yang menjadi rahmat bagi alam semesta itu menyampaikan
pesan-pesan kemanusiaan yang amat mengharukan dan berkesan sampai
kelubuk hati.
يَا
أَيُّهَا النَّاسُ أَلاَ إِنَّ رَبَّكُمْ وَاحِدٌ وَإِنَّ أَبَاكُمْ
وَاحِدٌ أَلاَ لاَ فَضْلَ لِعَرَبِيٍّ عَلَى أَعْجَمِيٍّ وَلاَلِعَجَمِيٍّ
عَلَى عَرَبِيٍّ وَلاَ لِأَحْمَرَ عَلَى أَسْوَدَ وَلاَ أَسْوَدَ عَلَى
أَحْمَرَ إِلاَّ بِالتَّقْوَى. (رواه أحمد والبيهقي والهيثمي)
“Wahai manusia, ingatlah, sesungguhnya
Tuhanmu adalah satu, dan nenek moyangmu juga satu. Tidak ada kelebihan
bangsa Arab terhadap bangsa lain. Tidak ada kelebihan bangsa lain
terhadap bangsa Arab. Tidak ada kelebihan orang yang berkulit hitam
terhadap orang yang berkulit merah, tidak ada kelebihan orang yang
berkulit merah terhadap yang berkulit merah, kecuali dengan taqwanya..”
(HR. Ahmad, al-Baihaqi, dan al-Haitsami).
Pidato perpisahan yang amat singkat itu
membuat para sahabat Nabi terharu, sehingga pakaian ihram mereka yang
putih bersih itu bersimbah air mata, menandakan pesan itu amat berkesan
dan sangat berpengaruh terhadap prilaku mereka. Misi perdamaian dan
persamaan hak inilah yang kemudian dikembangkan dan diperjuangkan para
sahabat, sehingga menjadi umat yang besar dan berwibawa yang selalu
dikagumi oleh semua bangsa di dunia.
Konsep kemanusiaan dalam Islam begitu
luhur, semua manusia memiliki hak dan kewajiban yang sama. Kita semua
adalah bersaudara, tidak ada perbedaan antara yang satu dengan lainnya,
kecuali dengan iman dan taqwanya. Firman Allah s.w.t.
:يَاأَيُّهَا
النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ ذَكَرٍ وَأُنْثَى وَجَعَلْنَاكُمْ
شُعُوبًا وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ
أَتْقَاكُمْ.. (الحجرات(
“Wahai manusia sesungguhnya Kami
menciptakan kamu sekalian dari seorang pria dan seorang wanita dan kami
menjadikan kamu berbagai bangsa dan suku, agar kamu saling kenal
mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantaramu di sisi Allah
ialah orang yang saling bertaqwa”. (Q.S. al-Hujarat, 49:13).
Dalam ayat lainnya Allah berfirman:
إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ إِخْوَةٌ فَأَصْلِحُوا بَيْنَ أَخَوَيْكُمْ وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ (الحجرات
“Sesungguhnya orang-orang
mukmin itu bersaudara. Oleh karena itu damaikanlah antara kedua
saudaramu dan bertaqwalah kepada Allah agar kamu mendapat rahmat”. (Q.S.
al-Hujarat, 49:10).
يَاأَيُّهَا
الَّذِينَ ءَامَنُوا لَا يَسْخَرْ قَومٌ مِنْ قَوْمٍ عَسَى أَنْ يَكُونُوا
خَيْرًا مِنْهُمْ وَ لاَ نِسَاءٌ مِنْ نِسَاءٍ عَسَى أَنْ يَكُنَّ خَيْرًا
مِنْهُنَّ وَ لاَ تَلْمِزُوا أَنْفُسَكُمْ وَ لاَ تَنَابَزُوا
بِالْأَلْقَابِ بِئْسَ الاِسْمُ الْفُسُوقُ بَعْدَ اْلإِيمَانِ وَمَنْ لَمْ
يَتُبْ فَأُولَئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ (الحجرات)
“Wahai orang-orang yang beriman
janganlah suatu kaum mencela kaum yang lain (karena) boleh jadi mereka
(yang dicela) lebih baik dari mereka (yang mencela) dan jangan pula
wanita-wanita (mencela) wanita-wanita lain (karena) boleh jadi wanita
(yang dicela itu) lebih baik dari wanita (yang mencela) dan jangalah
kamu mencela dirimu sendiri dan janganlah kamu panggil memanggil dengan
gelar yang buruk. Seburuk-buruk panggilan ialah (panggilan) yang buruk
sesudah iman. Dan barang siapa yang tidak bertaubat, maka mereka itulah
orang-orang yang dzalim.” (Q.S. al-Hujarat, 49:11).
Beberapa
ayat tersebut di atas, jelas sekali membimbing umat manusia agar
menjalin persaudaraan terhadap sesamanya. Saling berpesan mengenai
kebenaran, ketabahan dan kesabaran. Dalam beberapa wasiat Nabi s.a.w.
banyak sekali dipesankan agar umat manusia menjalin persaudaraan dengan
sesamanya. Nabi bersabda: “Engkau jumpai orang-orang yang beriman
dalam hal saling mengasihi, saling mencintai dan beriba hati antara
mereka bagaikan tubuh yang satu...” (H.R. Muttafaq ‘alaih). “Siapa yang
tidak bersikap kasih terhadap sesamanya, maka Allah tidak akan
mengasihinya.” (H.R. Muttafaq ‘alaih).
Pesan Arafah yang
mulia itu akan tetap abadi, yang dapat kita petik dari pesan itu kali
ini, bagaimana kita dapat membangkitkan kembali semangat persaudaraan
dan ukhuwah di tengah-tengah masyarakat. Apalagi dalam suasana krisis
ekonomi, sosial, politik dan kepercayaan seperti sekarang ini, sehingga
pesan itu benar-benar terwujud dalam kehidupan sehari-hari. Peran para
pemimpin, ulama atau ilmuwan dan tokoh masyarakat sangat penting dalam
memasyarakatkan pesan kemanusiaan yang luhur itu.
Islam
meletakkan dasar-dasar persamaan derajat dan hak asasi bagi setiap diri
manusia. Dengan konsepsi itu tertolaklah segala pandangan yang
berlawanan dengan peradaban manusia yang luhur. Sebagai wujud dari
kemanusiaan yang luas, Islam mengajarkan agar tetap memelihara
kelestarian kehidupan alam semesta. Agama Islam sesuai dengan namanya
yang berarti selamat, damai, patuh dan taat, sangat menaruh perhatian
terhadap kelestarian alam semesta. Kehidupan umat manusia dibentuk dalam
persaudaraan dan perdamaian, demikian juga dengan kelestarian makhluk
lain, seperti benda mati, flora dan fauna. Umat manusia diarahkan agar
mengusahakan perbaikan dalam alam raya ini dan menghindari perbuatan
yang merusak serta tercela. Perhatikan ayat berikut:
وَابْتَغِ
فِيمَا أتَاكَ اللَّهُ الدَّارَ الْآخِرَةَ وَ لاَ تَنْسَ نَصِيبَكَ مِنَ
الدُّنْيَا وَأَحْسِنْ كَمَا أَحْسَنَ اللَّهُ إِلَيْكَ وَلاَ تَبْغِ
الْفَسَادَ فِي الْأَرْضِ إِنَّ اللَّهَ لاَ يُحِبُّ الْمُفْسِدِينَ
(القصص)
“Dan carilah apa yang telah
dianugrahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah
kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah
(kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu. Dan
janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah
tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan”. (Q.S. al-Qashash,
28:77).
وَلَا تَعْثَوْا فِي الْأَرْضِ مُفْسِدِينَ (البقرة)
“Dan janganlah kamu berkeliaran di muka bumi dengan berbuat kerusakan” (Q.S. al-Baqarah, 2:60)
وَلَا تُفْسِدُوا فِي الْأَرْضِ بَعْدَ إِصْلَاحِهَا (الأعراف)
“Dan janganlah kamu berbuat kerusakan di muka bumi sesudah Tuhan memperbaikinya”. (Q.S. al-A’raf, 7:56)
Dalam
ayat lain Allah s.w.t. mengingatkan kita bahwa berbagai kerusakan yang
terjadi dalam alam semesta, kerusakan di darat, laut dan udara adalah
disebabkan oleh perbuatan manusia. Kerusakan itu disebabkan oleh ulah
manusia yang hanya mementingkan diri sendiri, yang serakah, yang senang
berbuat kerusakan. Mereka berlomba-lomba dengan teknologi canggihnya
untuk saling menguasai dan saling merusak terhadap kehidupan alam
semesta. perilaku manusia seperti itu akan menjadi bumerang yang
membinasakan diri sendiri dan manusia lainnya.
ظَهَرَ الْفَسَادُ فِي الْبَرِّ
وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِي النَّاسِ لِيُذِيقَهُمْ بَعْضَ الَّذِي
عَمِلُوا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ (الروم)
“Telah tampak kerusakan di darat dan
laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan
kepada mereka sebagian dari perbuatan mereka, agar mereka kembali ke
jalan yang benar.” (Q.S. al-Rum, 30:41).
Ajaran Islam mengarahkan umat manusia
agar mengambil pelajaran dari segala kejadian dan peristiwa yang berada
disekitar kita. Dengan demikian, setiap diri manusia akan menyadari
sedalam-dalamnya hakikat kehidupan. Harus disadari, betapapun hebat dan
komplitnya ajaran Islam, tidak akan berkembang dengan pesat kalau tidak
memperjuangkan secara sungguh-sungguh. Berkembangnya ajaran Islam yang
demikian cepat itu, selain karena esensi ajarannya sebagaimana diuraikan
di atas juga karena perjuangan da’wah yang dilakukan umatnya dari masa
ke masa dan dari satu periode ke periode yang lain. Melalui peristiwa
ibadah haji, Idul Adha, ibadah Qurban dan sebagainya, bila dihayati
dengan baik akan membangkitkan motivasi yang luhur dalam menyebarluaskan
ajaran Islam.
Para pendahulu kita, para Nabi dan Rasul, sahabat
dan para pemimpin umat telah banyak memberikan teladan pada kita untuk
dihidupkan kembali dalam ruh perjuangan umat. Betapa gigih dan tabahnya
Nabi Ibrahim as menegakkan kalimat tauhid. Betapa besarnya pengorbanan
Nabi Ismail as dan ibunya Siti Hajar dalam membela kebenaran. Betapa
tulusnya Nabi Muhammad s.a.w. dan para sahabatnya memperjuangkan agama
Allah dengan tabah dan tidak mengenal lelah, sehingga agama Islam
berkembang ke seluruh pelosok dunia. Kitapun di Idul Adha yang mulia
ini, sehabis shalat hendaknya berjanji dalam kalbu masing-masing untuk
mendarma baktikan apa yang kita miliki bagi kejayaan agama Islam dan
kesejahteraan umat manusia secara keseluruhan. “Tidaklah Kami mengutusmu
(wahai Muhammad) melainkan sebagai rahmat bagi alam semesta”.
إِنَّ
اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَاأَيُّهَا
الَّذِينَ ءَامَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا. اَللّهُمَّ
اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ
وَالْمُؤْمِنَاتِ اْلأَحْياَءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ إِنَّكَ سَمِيْعٌ
قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعَوَاتِ وَقَاضِيَ الْحَاجَاتِ.
رَبَّنَا
لَا تُؤَاخِذْنَا إِنْ نَسِينَا أَوْ أَخْطَأْنَا رَبَّنَا وَلَا تَحْمِلْ
عَلَيْنَا إِصْرًا كَمَا حَمَلْتَهُ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِنَا
رَبَّنَا وَلَا تُحَمِّلْنَا مَا لَا طَاقَةَ لَنَا بِهِ وَاعْفُ عَنَّا
وَاغْفِرْ لَنَا وَارْحَمْنَا أَنْتَ مَوْلَانَا فَانْصُرْنَا عَلَى
الْقَوْمِ الْكَافِرِينَ.
اَللّهُمَّ
اجْعَلْ هَذَا بَلَدًا ءَامِنًا وَارْزُقْ أَهْلَهُ مِنَ الثَّمَرَاتِ
مَنْ ءَامَنَ مِنْهُمْ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ، سُبْحَانَ رَبِّكَ
رَبِّ الْعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُونَ وَسَلَامٌ عَلَى الْمُرْسَلِينَ
وَالْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ.
http://www.nu.or.id/a,public-m,dinamic-s,detail-ids,9-id,40445-lang,id-c,khotbah-t,Nilai+Nilai+Kemanusiaan+dalam+Islam-.phpx