Benteng tua yang didirikan Sultan Salahuddin Al-Ayyubi masih berdiri tegak menghiasi wajah kota Cairo. |
Dalam perjalanan ziarah menuju ke makam Imam Syafi’i di Cairo-Egypt, 10
Maret 2010 lalu, saya terkesima melihat tembok kusam yang masih berdiri
tegak sepanjang pinggiran jalan. Benteng siapakah itu, desis saya. Abou
Izzad warga Nasr City, guide yang mengantar saya ke lokasi makam Imam
Syafi’i, sambil menyetir Audi merah, mengatakan bahwa tembok tinggi
berwarna kusam itu adalah benteng Sultan Salahuddin Al-Ayyubi.
Disekitar tembok kusam itu berdiri sejumlah bangunan tua dan pasar
tradisional tergerai diantara bangunan itu. Jalannya sempit, barangkali
cukup sulit untuk dilalui oleh dua kenderaan. Diantara bangunan tua itu
terdapat sejumlah gang kecil, dan terlihat anak-anak sedang bermain
sambil berlarian. Suasana kawasan itu benar-benar seperti berada di abad
ke-10 Masehi.
Penasaran, saya kemudian bertanya kepada Abou Izzad, kenapa tembok itu
dibiarkan begitu saja? Padahal, Sultan Salahuddin Al-Ayyubi adalah salah
seorang pejuang dalam perang salib yang dikagumi banyak orang. Semua
tahu bahwa Sultan Salahuddin-lah yang menghimbau ummat Islam se-dunia
agar merayakan hari kelahiran (Maulid) Nabi Muhammad SAW sejak 12 Rabiul
Awwal 580 H/1184 M. “Tembok ini obyek wisata menarik,” kata saya.
Abou Izzad membenarkan bahwa wisatawan asal Indonesia dan Malaysia yang
datang ke Mesir pasti meminta berkunjung ke benteng itu dan makam Imam
Syafi’i. Salahuddin itu orang hebat dan perkasa. Namun, kata Abou,
karena dia orang Kurdi maka kehebatannya seperti tertutup tirai. Karena
itu, benteng hebat dan bersejarah itu, juga kurang mendapat perawatan
dibandingkan piramid atau sisa-sisa kejayaan Firaun.
Sebenarnya apa kehebatan Sultan Salahuddin Al-Ayyubi, tanya saya makin
penasaran. Kata Abou Izzad, wilayah kekuasaannya mulai dari Mesir,
Suriah sampai ke jazirah Arabia, mulai tahun 1174-1193 M. Pusat
pemerintahannya berada di Qahirah-Cairo, yaitu tempat kita saat ini
berada. Dia berkuasa ketika sedang berlangsung perang salib antara
pejuang muslimin dengan orang-orang Eropa yang berusaha merebut Masjidil
Aqsa. Oleh orang Eropa, Salahuddin sangat ditakuti dan mereka
memanggilnya sebagai Saladin.
Saya benar-benar makin penasaran, lalu saya tanya lagi, “terus apa
hubungannya dengan peringatan Maulid Nabi?” Menurut Abou Izzad,
Salahuddin melihat semangat juang ummat Islam makin menurun sehingga
Masjidil Aqsa berhasil direbut oleh musuh. Dia menginginkan agar
semangat juang ummat Islam harus dihidupkan kembali dengan cara
mempertebal kecintaan ummat kepada Nabi.
Sebenarnya, lanjut Abou Izzad, merayakan hari kelahiran Nabi sudah
sering diselenggarakan oleh Muzaffaruddin Gekburi, iparnya yang juga
Gubernur Ibril di Suriah Utara. Oleh Gekburi, gagasan itu disampaikannya
kepada Salahuddin, dan gayungpun bersambut. Sebagai penguasa Haramain
(Mekkah dan Madinah), Salahuddin menghimbau kepada para jamaah musim
haji tahun 579 H. Isi himbauannya: jika kembali ke kampung halaman atau
negara masing supaya memberitahukan kepada semua ummat Islam bahwa sejak
12 Rabiul Awal 580 H/1184 M, Maulid Nabi dirayakan dengan berbagai
kegiatan yang dapat membangkitkan semangat ummat.
Di depan makam Imam Syafii, sebuah tempat yang sering diziarahi orang |
Salahuddin, kisah Abou Izzad, dalam merayakan Maulid Nabi untuk pertama
kalinya (580 H/1184 M) mengadakan sayembara penulisan riwayat Nabi
Muhammad SAW. Pemenang sayembara itu adalah Syekh Ja’far Al-Barzanji.
Hasil karyanya, kemudian diberinama Kitab Al-Barzanji. Kitab itu ditulis
untuk meningkatkan kecintaan ummat kepada Nabi Muhammad SAW dengan
harapan dapat meningkatkan gairah dan semangat juang. Dalam kitab itu,
jelas Abou Izzad, riwayat nabi ditulis dengan bahasa sastra, ada
puisinya bahkan ada kasidahnya. Juga digambarkan keagungan akhlak
Rasulullah SAW dalam sikap dan prilakunya sehari-hari.
Hasil peringatan Maulid Nabi di era Salahuddin itu, ternyata sangat
mencengangkan. Semangat Ummat Islam untuk menghadapi prajurit Eropa
dalam perang salib kembali bergelora. Akhirnya pada tahun 583 H/1187 M,
Salahuddin dan pasukannya berhasil merebut Yerussalem dari tangan bangsa
Eropa. “Kalau pernah nonton film Kingdom of Heaven, kira-kira seperti
itulah kisah Sultan Salahuddin Al-Ayyubi saat merebut kembali Yerussalem
dan Masjidil Aqsa,” sebut Abou Izzad, warga asal Indonesia yang sudah
lama menetap di Cairo.
Sumber:http://sejarah.kompasiana.com/2013/01/24/sultan-salahuddin-al-ayyubi-maulid-nabi-dan-barzanji-527516.html
Alhamdulillah,kisah Anda sangat menginspirasi dan mencerahkn wawasan sy ttg asal mula Peringatan Maulid Nabi SAW,Syukron...
BalasHapus