Hari Valentine (Valentine Day) yang jatuh setiap tanggal 14
Februari memiliki sejarah panjang yang erat berhubungan dengan
masyarakat nasrani. Kata ‘Valentine’ sendiri diambil dari seorang
pendeta ‘pelayan tuhan’ yang bernama Santo Valentine. Ia-lah orang yang
berani menolak kebijakan Kaisar Romawi Claudius melarang pernikahan dan
pertunangan.
Pelarangan ini berawal dari kesulitan pemerintahan Romawi merekrut
pemuda dan para pria sebagai pasukan perang. Padahal pada masa itu,
pemerintahan dalam keadaan perang dan sangat membutuhkan tenaga sebagai
prajurit. Sang Kaisar menganggap kesulitan ini berasal dari keengganan
mereka meninggalkan kekasih, istri dan keluarganya. Oleh karenanya,
Sang Kaisar mengeluarkan peraturan yang melarang pernikahan, karena
pernikahan dianggap sebagai salah satu penghambat perkembangan politik
Romawi. Peraturan ini kemudian ditolak oleh santo Valentine sehingga ia
dihukum mati pada tanggal 14 Februari 270 M.
Hari inilah yang diabadikan oleh gereja sebagai hari Valentine dan
dijadikan momentum simbolik pengungkapan kasih sayang oleh masyarakat
nasrani. Hanya saja, kemajuan teknologi informasi mampu meruntuhkan
tembok pemisah ruang dan waktu. Hingga berbagai budaya itu dianggap
milik bersama. Maka banyak sekali kaum muslim yang ikut memeriahkan hari
Valentine dengan berbagai tradisinya dan banyak pula kaum nasrani yang
ikut memeriahkan hari raya. Bahkan mereka saling memberikan ucapan
selamat.
Baiknya, bagi kaum muslimin (khususnya yang sering berinteraksi dengan kaum nasrani) harus berhati-hati karena bisa saja terjatuh dalam kekufuran apabila dia salah meletakkan niat (maksud hatinya). Karena dalam Bughyatul Musytarsyidin dengan jelas diterangkan bahwa:
1) Apabila seorang muslim yang mempergunakan perhiasan/asesoris
seperti yang digunakan kaum kafir dan terbersit dihatinya kekaguman pada
agama mereka dan timbul rasa ingin meniru (gaya) mereka, maka muslim
tersebut bisa dianggap kufur. Apalagi jikalau muslim itu sengaja
menemani mereka ke tempat peribadatannya.
2) Apabila dalam hati muslim
itu ada keinginan untuk meniru model perayaan mereka, tanpa disertai
kekaguman atas agama mereka, hal itu terbilang sebagai dosa.
3) Dan
apabila muslim itu meniru gaya mereka tanpa ada maksud apa-apa maka
hukumnya makruh.
(مسألة ي) حاصل ما
ذكره العلماء فى التزيي بزي الكفار أنه إما أن يتزيا بزيهم ميلا إلى دينهم
وقاصدا التشبه بهم فى شعائر الكفر أو يمشي معهم إلى متعبداتهم فيكفر بذالك
فيهما وإما أن لايقصد كذلك بل يقصد التشبه بهم فى شعائر العيد أو التوصل
إلى معاملة جائزة معهم فيأثم وإما أن يتفق له من غير قصد فيكره كشد الرداء
فى الصلاة
Namun jika diperhatikan, fenomena sekarang tidaklah demikian.
Kebanyakan kaum muda yang merayakan valentine dengan berbagai macam
tradisinya itu sama sekali tidak berhubungan dengan agama. Bahkan jarang
sekali dari mereka yang mengerti hubungan valentine dengan agama
nasrani.
Yang berlaku sekarang dalam valentine (yang telah mentradisi di
kalangan kaum muda juga para santri) menjurus kepada kemaksiatan yang
dapat dihukumi haram. Misalkan merayakan valentine dengan mengutarakan
rasa sayang di tempat yang sepi dan hanya berduaan. Atau merayakan
valentine bersama-sama yang menggannggu ketertiban umum. Apalagi
merayakannya dengan pestapora yang me-mubadzirkan harta. Sungguh semua
itu diharamkan dalam ajaran Islam. Karena segala hal yang bisa dianggap
menyebabkan terjadinya makshiayat hukumnya seperti maksyiatan itu
sendiri. Demikian dalam Is’adurrafiq
ومنها الإعانة على المعصية أي على معصية من معاصي الله بقبول أو فعل أوغيره ثم إن كانت المعصية كبيرة كانت الإعانة عليها
Sumber:http://www.nu.or.id/a,public-m,dinamic-s,detail-ids,10-id,42490-lang,id-c,ubudiyyah-t,Menyikapi+Hari+Valentine-.phpx
Tidak ada komentar:
Posting Komentar