Rabu, 28 September 2011

SIKLUS AIR DAN LAUTAN




Jika pada waktu ini kita membaca ayat-ayat Qur-an yang mengenai air dan kehidupan manusia ayat demi ayat, semuanya akan nampak kepada kita sebagai ayat-ayat yang menunjukkan hal yang sudah jelas. Sebabnya adalah sederhana; pada zaman kita sekarang ini, kita semua mengetahui siklus air dalam alam, meskipun pengetahuan kita itu tidak tepat keseluruhannya.

Tetapi jika kita memikirkan konsep-konsep lama yang bermacam-macam mengenai hal ini, kita akan mengetahui bahwa ayat-ayat Qur-an tidak menyebutkan hal-hal yang ada hubungannya dengan konsep mistik yang tersiar dan yang mempengaruhi pemikiran filsafat secara lebih besar daripada hasil-nasil pengamatan. Jika orang-orang zaman dahulu telah dapat memperoleh pengetahuan praktis yang bermanfaat, untuk memperbaiki pengairan air, walaupun pengetahuan itu terbatas, di lain fihak mereka itu mempunyai gambaran tentang siklus air yang tak akan dapat diterima oleh orang sekarang.

Dengan cara pemikiran orang dahulu itu, mudahlah bagi seseorang untuk menggambarkan bahwa air di bawah tanah itu dapat diperoleh karena terjadinya gugusan dalam tanah. Orang menyebutkan konsep Vitrue yang pada abad I SM. mempertahankan ide tersebut di Roma. Dengan begitu, selama beberapa abad, dan juga setelah Qur-an diwahyukan banyak orang yang mengikuti ide yang salah tentang regime air.

Dalam artikel "Hydrogeologie" daripada Encyclopedia Universalis, dua orang ahli, yaitu G. Castany dan B. Blavoux menyajikan sejarah air yang sangat jelas sebagai berikut:

Bagi Thales dan Milet pada abad VII S.M. air laut masuk ke benua karena pengaruh angin, air juga jatuh di atas bumi dan masuk dalam tanah. Plato menyetujui ide ini dan berpendapat bahwa kembalinya air ke laut itu terjadi karena tatare, yakni jurang yang besar di pinggir bumi. Teori tersebut dianut oleh banyak ahli fikir sampai abad XVII dengan Rene Descartes, Aristoteles mengira bahwa uap air di tanah menjadi padat dalam gua-gua yang dingin di gunung-gunung dan menjadikan danau-danau di bawah bumi, danau-danau itu mengisi sumber-sumber air. Pendapat Aristoteles diikuti oleh Seneca (abad I M) dan banyak orang lainnya sehingga tahun 1877, O. Volger termasuk di antara pengikut teori tersebut.

Konsepsi tentang siklus air yang jelas untuk pertama kali diutarakan oleh Bernard Palessy pada th. 1580. Konsepsi itu mengatakan bahwa air di bawah tanah asalnya dari infiltrasi air hujan dalam tanah. Teori tersebut kemudian dibenarkan oleh E. Mariotte dan P. Perrault pada abad XVII M.

Dalam ayat-ayat Qur-an tak terdapat konsepsi yang salah, tetapi diterima orang pada zaman Nabi Muhammad.

Silahkan baca ayat-ayat di bawah ini.

Surat 50 ayat 9 s/d 11:

Artinya: "Dan Kami turunkan dari langit air yang banyak manfaatnya, lalu Kami tumbuhkan dengan air itu pohon-pohon dan biji tanaman yang diketam, dan pohon kurma yang tinggi-tinggi yang mempunyai mayang bersusun-susun untuk menjadi rizki bagi hamba-hamba (Kami). Dan Kami hidupkan dengan air itu, tanah yang mati (kering). Seperti itulah terjadinya kebangkitan."

Surat 23 ayat 18:

Artinya: "Dan Kami turunkan air dari langit menurut suatu ukuran, lalu Kami jadikan air itu menetap di bumi, dan sesungguhnya Kami berkuasa (pula) rnenghilangkannya. Lalu dengan air itu Kami tumbuhkan untuk kamu kebun-kebun kurma dan anggur. Di dalam kebun-kebun itu kamu peroleh buah-buahan yang banyak dan dari kebun-kebun itu kamu mendapat makanan."

Surat 15 ayat 22:

Artinya: "Dan Kami telah mengirimkan angin untak mengawinkan (tumbuh-tumbuhan) dan Kami turunkan hujan dan langit, lalu Kami beri minum kamu dengan air itu dan sekali-kali bukannya kamu yang menyimpannya."

Ada dua cara untuk menafsirkan ayat yang terakhir ini, angin yang menyuburkan dapat dianggap sebagai penyubur tanaman-tanaman dengan jalan membawa pollen (benih buah dari tumbuhan-tumbuhan lain). Tetapi dapat juga ditafsirkan sebagai ekspresi kiyasan yang menggambarkan peranan angin yang membawa awan yang tidak mendatangkan hujan atau awan yang membawa hujan. Peranan ini sering disebut dalam ayat, seperti ayat-ayat di bawah ini.

Surat 35 ayat 91:

Artinya: "Dan Allah, Dialah yang mengirimkan angin, lalu angin untuk menggerakkan awan, maka Kami halau awan itu ke suatu negeri yang mati lalu Kami hidupkan bumi setelah matinya dengan (hujan yang turun dari) awan itu. Demikianlah kebangkitan itu."

Kita perhatikan bahwa pada bagian pertama daripada ayat tersebut, susunan kata-katanya adalah susunan hikayat, kemudian dengan mendadak dan tanpa transisi susunannya berubah menjadi deklarasi daripada Tuhan. Perubahan susunan yang mendadak dalam bentuk deklarasi sering terdapat dalam Qur-an.

Surat 30 ayat 48:

Artinya: "Allah, Dialah yang mengirimkan angin, lalu angin itu menggerakkan awan dan Allah membentangkannya di langit menurut yang dikehendakiNya, dan menjadikannya bergumpal-gumpal, lalu kamu lihat hujan keluar dari celah-celahnya. Maka apabila  hujan itu turun mengenai hamba-hambaNya yang dikehendakiNya, tiba-tiba mereka jadi gembira."

Surat 7 ayat 57:

Artinya: "Dan Dialah yang meniupkan angin sebagai pembawa berita gembira di muka kedatangan rahmatNya (hujan), hingga apabila angin itu telah membawa awan mendung, Kami halau ke suatu daerah yang tandus, lalu Kami turunkan hujan di daerah itu Maka Kami keluarkan dengan sebab hujan ini pelbagai macam buah-buahan. Seperti itulah Kami membangkitkan orang-orang yang telah mati, supaya kamu mengambil pelajaran."

Surat 23 ayat 48-50:

Artinya: "Dialah yang meniupkan angin (sebagai) pembawa kabar gembira dengan sebelum kedatangan rahmatNya (hujan) dan Kami turunkan dari langit air yang amat bersih. Agar Kami menghidupkan dengan air itu sebagian besar dari mahluk Kami, binatang-binatang ternak dan manusia yang banyak."

Surat 45 ayat 5:
 Artinya: "Dan pada pergantian malam dan siang, dan hujan yang diturunkan Allah dari langit, lalu dihidupkanNya dengan air hujan itu bumi sesudah matinya. Dan pada perkisaran angin terdapat pula tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang berakal."

Rizki dalam ayat ini adalah air yang turun dari langit, seperti yang diterangkan oleh konteks. Yang ditekankan di sini adalah perubahan angin, yaitu yang mempengaruhi turunnya hujan.

Surat 13 ayat 17:

Artinya: "Allah telah menurunkan air (hujan) dari langit, maka mengalirlah air di lembah-lembah menurut ukurannya, maka arus itu membawa buih yang mengembang."

Surat 67 ayat 30:

Artinya: "Katakanlah kepadanya jika sumber air kamu menjadi kering, maka siapakah yang akan mendatangkan air yang mengalir bagimu?"

Surat 39 ayat 21.

Artinya: "Apakah kamu tidak memperhatikan bahwa sesungguhnya Allah menurunkan air dari langit maka diaturNya menjadi sumber-sumber di bumi kemudian ditumbuhkanNya dengan air itu tanam-tanaman yang bertmacam-macam warnanya, lalu ia menjadi kering lalu kamu melihatnya kekuning-kuningan, kemudian dijadikannya hancur berderai-derai."

Surat 36 ayat 34:

Artinya: "Dan Kami jadikan padanya kebun-kebun kurma dan anggur, dan Kami pancarkan padanya beberapa mata air."

Pentingnya sumber-sumber dan diisinya dengan air hujan yang digiring ke arah sumber itu digaris bawahi dalam tiga ayat terakhir. Kita perlu memperhatikan hal ini, untuk mengingat konsepsi yang tersiar pada abad pertengahan seperti konsepsi Aristoteles yang mengatakan bahwa sumber-sumber itu mendapat air dari danau-danau di bawah bumi. Dalam artikel "Hidrologi" dalam Encyclopedia Universalis, M.R. Rememeras, Guru Besar pada sekolah nasional untuk pertahanan desa, pertahanan air dan hutan, menerangkan tahap-tahap pokok daripada hidrologi dan menyebutkan proyek-proyek irigasi kuno, khususnya di Timur Tengah. Ia mengatakan bahwa empirisme telah mendahului ide pada waktu itu dan konsepsi-konsepsi yang salah. Kemudian ia meneruskan: perlu manusia menunggu zaman renaissance (antara tahun 1400-1600) untuk melihat konsep-konsep filsafat mundur dan memberikan tempatnya kepada penyelidikan-penyelidikan fenomena hidrologi yang didasarkan atas pengamatan (observasi).

Leonardo da Vinci (1452-1519) menentang pernyataan-pernyataan Aristoteles. Bernard Palessy, dalam bukunya: Penyelidikan yang mengagumkan tentang watak air dan air mancur, yang alamiah dan yang buatan (Paris 1570) memberikan interpretasi yang benar tentang siklus air dan khususnya pengisian sumber-sumber air daripada air hujan.

Surat 39 ayat 21 yang menyebutkan bahwa air hujan itu mengarah kepada sumber-sumber air. Bukankah hal itu tepat sekali seperti yang ditulis oleh Palessy pada tahun 1570.

Kemudian Qur-an membicarakan butir-butir es dalam Surat 24 ayat 43:

Artinya: "Tidakkah kamu melihat bahwa Allah mengarak awan, kemudian mengumpulkan antara (bagian-bagian)Nya, kemudian menjadikannya bertindih-tindih, maka kelihatanlah olehmu hujan keluar dari celah-celahnya, dan Allah (juga) menurunkan (butiran-butiran) es dari langit (yaitu) dari (gumpalan-gumpalan awan seperti) gunung-gunung maka ditimpakannya (butiran-butiran) es itu kepada siapa yang dikehendakiNya dan dipalingkannya dari siapa yang dikehendakiNya. Kilauan kilat awan itu hampir-hampir menghilangkan penglihatan."

Ayat-ayat di bawah ini memerlukan komentar (Surat 56 ayat 68 sampai dengan 70).

Artinya: "Apakah kamu memperhatikan air yang kamu minum?  Kamukah yang menurunkannya dari awan ataukah Kami yang menurunkan? Kalau Kami kehendaki niscaya Kami jadikan dia asin, maka mengapakah kamu tidak bersyukur?"

Menyebutkan bahwa Tuhan dapat merubah air tawar menjadi masin adalah suatu cara untuk menunjukkan kekuasaan Tuhan. Suatu cara untuk mengingatkan akan kekuasaan Tuhan adalah tantangan kepada manusia untuk menurunkan hujan dari awan, yang pertama memang betul-betul tantangan yang mustahil diterima; tetapi yang kedua tidak lagi merupakan kemustahilan pada zaman modern ini karena tehnik sudah memungkinkan usaha menjatuhkan hujan. Apakah kemampuan manusia untuk menjatuhkan hujan itu bertentangan dengan pernyataan Qur-an?

Soalnya tidak begitu. Kita tetap harus meninjau batas-batas kemampuan manusia dalam bidang ini. M.A. Facy, insinyur umum daripada Meteorologi National menulis tentang "menurunkan hujan" dalam Encyclopedia Universalis sebagai berikut: "Orang tidak akan dapat menjatuhkan hujan daripada awan yang tidak mengandung air, atau awan yang belum waktunya menjatuhkan hujan dari pada awan yang tidak mengandung air, atau awan yang belum waktunya menjatuhkan air walaupun ia
mengandung air." Jadi manusia hanya mempercepat proses turunnya hujan dengan bantuan teknik modern, sedangkan persyaratan-persyaratan alamiah sudah terpenuhi. Kalau keadaan tidak begitu, yakni bahwa manusia dapat menurunkan hujan, niscaya tak terdapat lagi kekeringan, tak ada lagi tanah tandus. Kenyataannya tidak begitu. Untuk menguasai hujan dan udara yang baik tetap menjadi impian manusia.

Manusia tak dapat memecahkan menurut kemauannya sendiri suatu siklus yang sudah tetap dan menjamin peredaran (sirkulasi) air dalam alam. Menurut hidrologi modern siklus itu dapat diringkaskan sebagai berikut:

Sinar dan panas matahari menyebabkan uapan lautan-lautan dan tanah-tanah yang digenangi atau tercampur dengan air.

Uap tersebut naik ke atmosfir dan membentuk awan-awan dengan cara berpadat (kondensasi). Kemudian angin campur tangan untuk memindahkan uap-uap itu ke jarak-jarak yang berbeda-beda. Awan-awan itu kadang-kadang hilang tanpa menurunkan hujan, kadang-kadang berkumpul satu dengan yang lain untuk membentuk kondensasi yang lebih besar dan kadang-kadang berpecah-pecah untuk menurunkan hujan pada tahap tertentu daripada perkembangan awan. Jika hujan itu turun di atas lautan (yang merupakan 70% daripada wajah bumi) siklus tersebut dengan lekas menjadi tertutup. Tetapi jika hujan itu jatuh di atas tanah, sebagian akan disedot oleh tumbuh-tumbuhan dan membesarkan tumbuh-tumbuhan itu. Tumbuh-tumbuhan itu, dengan transpirasinya mengembalikan sebagian air hujan ke atmosfir. Sebagian lain daripada air hujan meresap dalam tanah, dan dari tanah itu sebagian menuju ke lautan dengan perantaraan saluran-saluran atau terus masuk lebih mendalam dalam tanah untuk kembali lagi ke muka bumi melalui sumber-sumber atau air mancur.

Jika kita bandingkan hasil hidrologi modern dengan kandungan beberapa ayat Qur-an yang telah kita sebutkan di atas kita merasakan adanya persesuaian yang jelas di antaranya.

LAUTAN (2/2)

Sebagaimana ayat-ayat Qur-an telah memberikan bahan perbandingan dengan ilmu pengetahuan modern mengenai siklus air dalam alam pada umumnya, hal tersebut akan kita rasakan juga mengenai lautan. Tak ada ayat Qur-an yang mengenai lautan bertentangan dengan ilmu pengetahuan. Begitu juga perlu digarisbawahi bahwa tak ada ayat Qur-an yang membicarakan tentang lautan menunjukkan hubungan dengan kepercayaan-kepercayaan atau mitos, atau takhayul yang terdapat pada zamanl Qur-an diwahyukan.

Beberapa ayat yang mengenai lautan dan pelayaran mengemukakan tanda-tanda kekuasaan Tuhan yang nampak dalam pengamatan sehari-hari. yang semua itu untuk difikirkan.

Ayat-ayat itu adalah:

Surat 14 ayat 32:

Artinya: "Dan Dia telah menundukkan bahtera bagimu supaya bahtera itu berlayar di lautan dengan  kehendakNya."

Surat 16 ayat 14:

Artinya: "Dan Dialah (Allah) yang menundukkan lautan (untukmu) agar kamu dapat memakan daripadanya daging yang segar (ikan) dan Kami mengeluarkan dari lautan itu perhiasan yang kamu pakai dan kamu melihat bahtera berlayar padanya dan supaya kamu mencari (keuntungan) dari karuniaNya, dan supaya kamu bersyukur."

Surat 31 ayat 31:

Artinya: "Tidakkah kamu memperhatikan bahwa sesungguhnya kapal itu berlayar di laut dengan nikmat (kemurahan) Allah, supaya diperlihatkanNya kepadamu sebagian dari tanda-tanda (kekuasaan)Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi semua orang yang sangat sabar lagi banyak bersyukur."

Surat 55 ayat 24:


Artinya: "Dan kepunyaanNyalah bahtera-bahtera yang tinggi layarnya di lautan, laksana gunung."

Surat 36 ayat 41-44.

Artinya: "Dan suatu tanda (kebesaran Allah) bagi mereka adalah bahwa Kami angkut keturunan mereka dalam bahtera yang penuh muatan. Dan Kami ciptakan untuk mereka yang mereka kendarai yang seperti bahtera itu. Dan jika Kami menghendaki niscaya Kami tenggelamkan mereka; maka tiadalah bagi mereka penolong dan tidak pula mereka diselamatkan. Kecuali karena rahmat daripada Kami, dan untuk memberikan kesenangan hidup sampai waktu tertentu."

Ayat tersebut membicarakan perahu yang memuat manusia di atas lautan seperti perahu yang membawa Nabi Nuh dan penumpang-penumpang lainnya, serta membawa mereka sampai ke daratan.

Ada lagi fakta mengenai lautan untuk diamati. Fakta tersebut dapat diambil dari ayat-ayat Qur-an tentang lautan, dan fakta tersebut menunjukkan suatu aspek yang khusus.

Tiga ayat membicarakan sifat-sifat sungai yang besar jika sungai itu menuang ke dalam lautan.

Suatu fenomena yang sering kita dapatkan adalah bahwa air lautan yang asin, dengan air sungai-sungai besar yang tawar tidak bercampur seketika. Orang mengira bahwa Qur-an membicarakan sungai Euphrat dan Tigris yang setelah bertemu dalam muara, kedua sungai itu membentuk semacam lautan yang panjangnya lebih dari 150 km, dan dinamakan Syath al Arab. Di dalam teluk pengaruh pasang surutnya air menimbulkan suatu fenomena yang bermanfaat yaitu masuknya air tawar ke dalam tanah sehingga menjamin irigasi yang memuaskan. Untuk memahami teks ayat, kita harus ingat bahwa lautan adalah terjemahan kata bahasa Arab "Bahr" yang berarti sekelompok air yang besar, sehingga kata itu dapat dipakai untuk menunjukkan lautan atau sungai yang besar seperti Nil,Tigris dan Euphrat.

Tiga ayat yang memuat fenomena tersebut adalah sebagai berikut:

Surat 25 ayat 53:

Artinya: "Dan Dialah yang membiarkan dua laut mengalir (berdampingan); yang ini tawar lagi segar dan yang lain asin lagi pahit, Dia jadikan antara keduanya dinding dan batas yang menghalangi."

Surat 35 ayat 12:

Artinya: "Dan tidak sama (antara) dua laut. Yang ini tawar segar sedap diminum, dan yang ini asin lagi pahit. Dan dari masing-masing laut itu kamu dapat memakan daging yang segar dan kamu dapat mengeluarkan perhiasan yang dapat kamu memakainya."

Surat 55 ayat 19, 20, 22:

Artinya: "Dia membiarkan dua lautan mengalir yang keduanya kemudian bertemu. Antara keduanya ada batas yang tidak dilampaui masing-masing. Dari keduanya keluar mutiara dan marjan."

Selain menunjukkan fakta yang pokok, ayat-ayat tersebut menyebutkan kekayaan-kekayaan yang dikeluarkan dari air tawar dan air asin yaitu ikan-ikan dan hiasan badan: batu-batu perhiasan dan mutiara. Mengenai fenomena tidak campurnya air sungai dengan air laut di muara-muara hal tersebut tidak khusus untuk Tigris dan Euphrat yang memang tidak disebutkan namanya dalam ayat walaupun ahli-ahli tafsir mengira bahwa dua sungai besar itulah yang dimaksudkan. Sungai-sungai besar yang menuang ke laut seperti Missisippi dan Yang Tse menunjukkan keistimewaan yang sama; campurnya kedua macan air itu tidak terlaksana seketika tetapi memerlukan waktu.


BIBEL, QUR-AN, dan Sains Modern
Dr. Maurice Bucaille

Judul Asli: La Bible Le Coran Et La Science
Alih bahasa: Prof. Dr. H.M. Rasyidi
Penerbit Bulan Bintang, 1979
Kramat Kwitang I/8 Jakarta

Sumber: http://media.isnet.org/index.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar