Kamis, 09 Agustus 2012

Buku “Membongkar Proyek Khilafah Hizbut Tahrir” Dibedah

Cirebon, NU Online
Khilafah Islamiyah bagi Hizbut Tahrir adalah janji Allah yang merupakan tajul furudh (mahkota beberapa kewajiban) dan barangsiapa yang enggan untuk menegakkannya maka dianggap melakukan akbarul ma’asyi (maksiat terbesar).

Demikian Dr Ainur Rofiq memulai paparannya dalam seminar nasional dan bedah buku “Membongkar Proyek Khilafah Hizbut Tahrir ala Indonesia,” di IAIN Syekh Nurjati Cirebon, Selasa (22/5).

“Dalam pandangan HTI, kita yang duduk-duduk saja dan tidak memperjuangkan khilafah dianggap melakukan dosa besar,” ujar doktor  lulusan IAIN Sunan Ampel Surabaya yang juga pengasuh pesantren Tambakberas ini.

“Kalau dikatakan bahwa khilafah Islamiyah adalah janji Allah, kenapa harus dijuangkan sedemikian rupa dan kenapa harus melabelkan kemaksiatan besar bagi para muslim yang enggan menegakkannya,” kritiknya di hadapan para peserta bedah buku yang juga diikuti beberapa aktivis HTI.

“Saya lebih mempercayai hadis Nabi tentang akan datangnya Imam Mahdi dan bahkan mayoritas golongan umat Islam  meyakini hadis ini daripada hadis tentang khilafah yang berstatus ahad (hanya diriwayatkan satu orang: Red),” ujar Ainur Rofiq sembari memperlihatkan slide kedudukan hadis Imam Mahdi.

Hadir sebagai pembanding dalam seminar itu, antara lain, Afif Rifa’i dari dari Universitas Paramadina dan Yusuf Suharto dari Universitas Darul ‘Ulum Jombang.

Afif Rifa’i menyatakan sepakat dengan Ainur Rofiq bahwa khilafah Islamiyah adalah angan-angan, namun ia menggarisbawahi bahwa perdebatan tentang hal ini jangan membawa pada suasana yang emosial.

“Berbeda, tapi hendaknya kita jangan saling emosional,” ujarnya dalam Seminar Nasional Ke-Islam Indonesiaan dan bedah buku dengan tema “ Mimpi Buruk HTI: Ikhtiar Memperkokoh NKRI, Memberangus Otoritarianisme Khilafah Islamiyah”.

Pembanding lainnya, Yusuf Suharto, menyatakan, wacana khilafah Islamiyah yang terus didesakkan para aktivis HTI adalah masuk dalam kategori ijtihadiyyah, namun imbuhnya hal ini dalam konteks kekinian tidaklah relevan.

“Wacana penegakkan kembali khilafah Islamiyah setelah runtuhnya dinasti Turki Utsmani pada 1924 adalah kategori ijtihady, namun saat ini ketika di mana- mana telah berdiri kokoh negara bangsa, maka wacana ini tidaklah relevan lagi” ujar Yusuf yang juga Sekretaris Aswaja NU Center Jombang.

“Dalam konteks Indonesia, Nahdlatul Ulama menyatakan bahwa NKRI adalah upaya final seluruh bangsa” ujarnya menyitir maklumat Nahdlatul Ulama dalam Munas dan Konbes NU di Surabaya pada 30 Juli 2006.

Adanya banyak kepemimpinan termasuk dalam negara-negara kebangsaan  dengan mayoritas umat Islam dapat dibenarkan berdasarkan hadis Nabi dan secara faktual terjadi.

“Dalam sejarah ada banyak khilafah atau kerajaan  yang berdiri dan berkuasa  dalam waktu bersamaan, hal ini pun telah diprediksi oleh  Nabi  bahwa memang khilafah itu tidak satu, tapi beragam atau dalam istilah beliau al-khulafa’ fataktsuru,” pungkas dosen Universitas Darul ‘Ulum Jombang ini sembari menyitir sebuah hadis riwayat Abu Hurairah.

Sumber:http://www.nu.or.id/a,public-m,dinamic-s,detail-ids,44-id,38078-lang,id-c,nasional-t,Buku+%E2%80%9CMembongkar+Proyek+Khilafah+Hizbut+Tahrir%E2%80%9D+Dibedah-.phpx

Tidak ada komentar:

Posting Komentar